I. PENDAHULUAN
1. Perdagangan Melintasi Dua Wilayah Negara
Kegiatan ekspor termasuk ekspor produk pertanian, adalah kegiatan perdagangan yang menembus batas teritorial dua negara dan seringkali melewati batas negara ketiga sebagai pelabuhan persingahan (port of transit).
2. Kantor Bea Dan Cukai (Customs Office) Penjaga Gerbang Perdagangan Internasional
Tiap negara dapat dipastikan melindungi wilayahnya dari keluarnya produk yang mereka lindungi dan dari masuknya produk yang tidak memenuhi ketentuan atau produk berbahaya. Keinginan eksportir untuk mengekspor dan keinginan importir untuk memasukkan barang dari luar negeri saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pihak. Oleh karena itu, agar ekspor dapat berjalan sesuai keinginan, masing-masing pihak harus mengetahui peraturan-peraturan ekspor/impor yang berlaku di negara asal (country of origin) dan di negara tujuan (country of destination).
Karena kegiatan ekspor mengalami proses ’keluar dari’ dan ’masuk ke’ teritorial atau wilayah negara yang berbeda, maka akan sangat baik bila eksportir selain mempunyai keinginan untuk mengeluarkan barang dari negaranya dengan lancar, juga harus berkeinginan untuk membantu (importir) agar produk yang dikirimnya dapat masuk ke negara tujuan dengan baik dan lancar juga.
Kantor Bea dan Cukai (Customs Office) di masing-masing negara, memerlukan dokumen yang jelas, lengkap, konsisten dan benar untuk dapat mengijinkan produk dapat keluar atau masuk wilayahnya. Karena itu eksportir harus mengetahui pasti dokumen dan kelengkapan apa saja yang diperlukan untuk dapat mengekspor produknya. Ekspor produk A kemungkinan memerlukan dokumen tambahan yang berbeda dengan ekspor produk B.
Eksportir yang juga mempunyai ’visi impor’ akan membuka peluang yang lebih besar bagi dirinya sendiri. Bila importir dapat dengan mudah dan lancar mengeluarkan produk yang diimpornya dari kawasan pabean (customs territory), maka kesempatan importir mengajukan pesanan ulang (repeat order) menjadi lebih besar.
3. Identifikasi Barang Ekspor/Impor dengan Nomor HS (Harmonized System Number).
Uraian barang ekspor/impor (Goods Description) atau yang tercantum dalam dokumen pengapalan dapat berupa uraian barang yang mungkin diberikan secara spesifik oleh Eksportir menurut nama barang (name of product) yang berlaku secara individual. Misalnya Eksportir mencantumkan nama product ’Fresh Ripe Manggo Fruit from Indramayu’ atau ’Buah Mangga Indramayu Segar Matang’. Nama/spesifikasi yang tercantum dalam dokumen pengapalan tersebut kemungkinan tidak dikenal atau dapat diterjemahkan secara keliru oleh Petugas Bea dan Cukai di Pelabuhan Tujuan.
Petugas Bea dan Cukai di Pelabuhan Tujuan yang memiliki pengertian yang keliru atau pengertian yang berbeda dengan pengertian yang dimiliki oleh Eksportir, kemudian dapat menyatakan bahwa buah mangga yang diimpor tersebut dilarang masuk ke negeranya karena menurut pengamatannya, buah mangga tersebut masuk dalam nomor HS tertentu yang dilarang diimpor.
Oleh karena itu, pastikan kepada Importir apakah nomor HS perlu dicantumkan dalam dokumen atau tidak. Bila diperlukan, minta kepada Importir nomor HS yang harus dicantumkan. Bila tidak perlu mencantumkan nomor HS, maka Importir akan mengurusnya sendiri di Kantor Bea dan Cukai setempat.
Eksportir harus memeriksa ulang nomor HS yang diberikan Importir dalam buku HS (tersedia di beberapa toko buku). Biasanya buku HS tersebut dimiliki oleh Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) atau dapat dilihat di website Dirjen Bea Dan Cukai R.I di www.beacukai.com. Pemeriksaan ulang nomor HS tersebut sangat penting, sebab ada kemungkinan nomor HS yang disampaikan Importir tidak sesuai.
4. Pentingnya Dokumen Ekspor & Impor
Importir dapat mengeluarkan produk yang diimpornya dari kawasan bea dan cukai (customs terrytory) di Pelabuhan Tujuan, hanya bila importir mengajukan secara lengkap semua dokumen yang diperlukan oleh Kantor Bea & Cukai (Customs Office) setempat. Oleh karena itu, pastikan bahwa perincian semua dokumen yang harus dilengkapi oleh eksportir, tercantum di dalam kontrak, di dalam L/C maupun di dalam surat pesanan (Letter of Order)
Dengan mengetahui secara pasti dokumen yang diperlukan oleh importir, maka eksportir akan terhindar dari klaim dan atau ’tidak dibayar’. Di samping itu, eksportir dapat memperkirakan dan memperhitungkan biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk melengkapi dokumen yang diperlukan tersebut.
5. Peranan Otoritas Karantina Hewan/Tumbuhan dan Kesehatan Manusia.
Dalam rangka melindungi masuknya hama & penyakit menular berbahaya dari negara lain yang dapat mengancam kehidupan fauna/flora, terutama kesehatan pengguna produk impor, Pihak terkait dengan karantina hewan/tumbuhan dan
kesehatan manusia bekerja saling mendukung dengan Petugas Bea dan Cukai.
Bea dan Cukai bekerja berdasarkan dokumen impor dan peraturan yang ditetapkan otoritas teknis terkait seperti Departemen Pertanian dan Departemen Kesehatan atau Lembaga sejenis yang berwenang seperti Food & Drugs Administration (FDA) di
Amerika.
Di Indonesia, dibutuhkan Sertifikat Karantina (Quarantine Certificate) yang diterbitkan oleh Pihak Berwenang di Negara Asal apabila Importir akan memasukkan Hewan atau Tumbuhan hidup ke dalam Wilayah Republik Indonesia. Sertifikat Karantina antara lain berisi pernyataan bahwa Hewan atau Tumbuhan hidup yang diekspor, telah diperiksa oleh Petugas terkait sebelum pengapalan dan dinyatakan:
”Dalam keadaan sehat, tidak terjangkit penyakit menular dan tidak membawa organisme berbahaya yang dapat mengancam kesehatan manusia/hewan/tumbuhan lain”.
Dalam hal khusus misalnya guna mencegah penyebaran penyakit kuku dan mulut pada hewan, ’Sertifikat Karantina’ sekali pun tidak berlaku, karena Pemerintah Indonesia melarang impor hewan hidup atau bagian-bagiannya yang berasal dari Negara yang dinyatakan belum bebas penyakit mulut dan kuku, ke Wilayah Indonesia.
Di lain pihak, bila Importir akan mengimpor bahan pangan yang berasal dari hewan atau tumbuhan, diperlukan Phytosanitary Certificate (Sertifikat Kesehatan Tumbuhan) dan Health Certificate (Serifikat Kesehatan).
Phytosanitary Certificate yang diterbitkan oleh Pihak Berwenang yang ditunjuk di Negara Asal Barang (Badan/Dinas Karantina atau International Surveyor) berisi antara lain pernyataan bahwa ’Produk pangan yang diekspor tidak mengandung atau tidak terinfestasi organisme atau serangga yang berbahaya’.
Health Certificate diterbitkan oleh Pihak Berwenang yang ditunjuk di Negara Asal Barang (Dinas Kesehatan, Laboratorium Kesehatan atau International Surveyor) berisi antara lain pernyataan bahwa ’Produk yang diekspor telah diperiksa dan dinyatakan dalam kondisi baik serta layak dikonsumsi oleh manusia (fit for human consumption)’.
Selain itu, untuk mengimpor bahan pangan mentah seperti beras, jagung, kedelai dan produk sejenisnya harus disertai dengan Sertifikat Fumigasi (Fumigation Certificate) yang diterbitkan oleh Pihak Berwenang Terkait (Badan/Dinas Karantina atau International Surveyor). Sertifikat Fumigasi berisi antara lain pernyataan bahwa ’Sebelum dikapalkan produk yang diekspor telah difumigasi dengan bahan (disebutkan) dan cara (disebutkan) sesuai ketentuan yang berlaku’
Sertifikat-sertifikat tersebut tentunya juga diperlukan oleh Eksportir Indonesia bila akan mengirim Hewan/Tumbuhan hidup adan bahan pangan yang berasal dari hewan/tumbuhan ke Negara lain.