Lanjutan ……………..

Sekitar tahun 1740-an di Inggris Raya dan Eropa dikenal istilah Grand Tour yang berarti perjalanan yang cukup panjang tetapi bersifat menyenangkan untuk tujuan pendidikan dan tujuan lain yang bersifat budaya oleh orang muda dari kelas atas. Oleh karenanya, leisure tour atau tourism dianggap memiliki cikal bakal dari peradaban Barat. Saat ini setiap tahun jutaan orang meniru pola tersebut, yang secara luas dikenal sebagai kegiatan pariwisata. Adam Smith (Leiper, 1990; 5), seorang ekonom, menambahkan akhiran ist ke kata tour untuk membentuk istilah baru di tahun 1770-an. Namun konotasi Adam Smith bersifat negatif dengan menganggap tourists sebagai orang yang mengerjakan sesuatu yang tidak penting sehingga kurang dihargai. Persepsi Adam Smith disebabkan oleh karena pada zaman tersebut banyak orang mengikuti ritual Grand Tour di kawasan Perancis dan Italia, yang kemudian kehilangan karakter dan jiwa yang menjadi alasan mengapa perjalanan tersebut dilakukan. Ritual itu hanya dilakukan untuk mengikuti rute perjalanan yang sudah ada dalam rangka mendapat pengalaman pribadi melihat kota, situs, dan objek terkenal.
Orang-orang yang diberi label wisatawan pada zaman Adam Smith ini, di samping tidak tertarik dengan budaya dari tempat yang dikunjungi, juga tinggal terlalu singkat untuk sekedar memahami sesuatu di balik apa yang dilihat dalam perjalanannya. 
Umumnya perjalanan yang dilakukan dalam era Grand Tour ini adalah untuk kebutuhan hiburan dalam beragam bentuknya, dan kebanggaan status dengan kemampuan mengklaim bahwa mereka sudah pernah ke suatu tempat dan melihat sesuatu di tempat tersebut (dikenal dengan konsep “I have been there“).
Tahun 1840-an Thomas Cook mulai memberangkatkan sekelompok orang (group) dalam paket modern atau tur inklusif. Mula-mula dalam wilayah England dan kemudian berkembang ke daratan Eropa. Istilah wisatawan di zaman Adam Smith mulai mendapat sense baru di zaman Thomas Cook ini. Tahun 1840-an merupakan awal dilakukannya perjalanan jauh dengan menggunakan sistem transportasi massal.
Pada abad ke-20. khususnya periode tahun 1960 ke 1980, tampak adanya peningkatan pesat pada jumlah orang yang melakukan perjalanan wisata. Lebih dari 300 juta wisatawan internasional tercatat tiap tahunnya di beberapa negara tujuan wisata. Sejumlah survei mencatat bahwa jumlah orang yang melakukan perjalanan wisata di negaranya sendiri sebagai wisatawan domestik jauh lebih besar dari wisatawan internasional.
Bagi Indonesia, jejak pariwisata dapat ditelusuri kembali ke dasawarsa 1910-an, yang ditandai dengan dibentuknya VTV (Vereeneging Toeristen Verkeer), sebuah badan pariwisata Belanda, di Batavia. Badan pemerintah ini sekaligus bertindak sebagai tour operator dan travel agent, yang secara gencar mempromosikan Indonesia, khususnya Jawa dan Bali. Pada 1926 berdiri pula, di Jakarta, sebuah cabang dari Lislind (Lissonne Lindeman) yang pada tahn 1928 berubah menjadi Nitour (Nederlandshe Indische Touriten Bureau), sebagai anak perusahaan pelayaran Belanda (KPM), KPM secara rutin melayani pelayaran yang menghubungkan Batavia, Surabaya, Bali dan Makasar, dengan mengangkut wisatawan (Spillane, 1989;Vickers 1989)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *