Revenge Tourism merupakan fenomena di mana individu yang telah terbatas dalam perjalanan selama periode pembatasan perjalanan atau pembatasan sosial, merespon dengan meningkatkan frekuensi dan intensitas perjalanan mereka setelah pembatasan dicabut atau mereda. Fenomena ini muncul sebagai reaksi terhadap pembatasan perjalanan yang diberlakukan selama pandemi COVID-19, yang memaksa banyak orang untuk membatasi atau menunda perjalanan mereka. Pada puncak pandemi, banyak negara menerapkan pembatasan perjalanan internasional dan nasional untuk mengendalikan penyebaran virus. Hotel-hotel, restoran, dan atraksi pariwisata ditutup, dan banyak orang menghadapi pembatalan rencana perjalanan mereka. Dalam beberapa kasus, hal tersebut menciptakan keinginan yang besar untuk “balas dendam” terhadap waktu yang hilang dan pengalaman perjalanan yang tertunda.

Karakteristik Utama:

  1. Peningkatan Frekuensi Perjalanan: Revenge Tourism ditandai dengan peningkatan drastis dalam frekuensi perjalanan. Individu yang sebelumnya terbatas atau merasa terkurung selama pembatasan perjalanan, berusaha untuk mengimbangi pengalaman perjalanan yang hilang dengan melakukan perjalanan lebih sering setelah pembatasan dicabut.
  2. Destinasi yang Populer dan Mewah: Orang-orang yang terlibat dalam Revenge Tourism cenderung memilih destinasi yang populer dan mewah. Mereka mungkin memilih tujuan impian yang sebelumnya terhambat oleh pembatasan, termasuk destinasi internasional atau resor mewah.
  3. Pengeluaran Tinggi: Individu yang terlibat dalam Revenge Tourism cenderung memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi. Mereka mungkin cenderung mengeluarkan lebih banyak uang untuk akomodasi, kuliner, dan kegiatan rekreasi untuk mengkompensasi waktu yang hilang selama pembatasan.
  4. Meningkatkan Permintaan Pariwisata: Revenge Tourism dapat memberikan dorongan positif terhadap industri pariwisata, khususnya bagi destinasi yang sangat tergantung pada pariwisata. Ini dapat membantu pemulihan ekonomi lokal di destinasi pariwisata yang terdampak.
  5. Pentingnya Pengalaman: Individu yang terlibat dalam fenomena ini mungkin lebih memprioritaskan pengalaman daripada barang materi. Mereka mencari petualangan, keberagaman budaya, dan aktivitas yang memberikan kepuasan pribadi dan emosional.
  6. Pertumbuhan Industri Pariwisata Dalam Negeri: Revenge Tourism juga dapat memicu pertumbuhan pariwisata dalam negeri, di mana orang-orang memilih menjelajahi tempat-tempat menarik di negara mereka sendiri sebagai lternative terhadap perjalanan internasional yang mungkin masih terbatas.

Dampak dan Kontroversi:

  1. Positif bagi Industri Pariwisata: Revenge Tourism memberikan dorongan positif bagi industri pariwisata yang terdampak berat selama periode pembatasan. Peningkatan permintaan dapat meningkatkan pendapatan dan membantu pemulihan ekonomi di destinasi pariwisata.
  2. Potensi Masalah Lingkungan: Peningkatan frekuensi perjalanan dapat memiliki dampak negatif pada lingkungan, termasuk peningkatan emisi karbon dan peningkatan tekanan terhadap destinasi pariwisata yang rentan.
  3. Ketidaksetaraan Akses: Sementara beberapa individu mungkin dapat mengambil bagian dalam Revenge Tourism, ada juga kelompok yang mungkin tetap terbatas dalam perjalanan akibat kendala finansial atau pembatasan lainnya. Hal ini dapat menciptakan ketidaksetaraan akses terhadap pengalaman perjalanan pasca-pandemi.
  4. Risiko Kesehatan: Sementara pembatasan perjalanan dicabut, masih ada risiko kesehatan terkait dengan perjalanan, termasuk potensi penyebaran varian baru dari virus. Hal ini memunculkan pertanyaan etis mengenai apakah meningkatkan frekuensi perjalanan setelah pembatasan yang diterapkan selama pandemi adalah langkah yang bijak.
  5. Tantangan dan Solusi: Pengelolaan Dampak Lingkungan: Untuk mengatasi dampak lingkungan, perlu diterapkan praktik-praktik pariwisata berkelanjutan. Ini mencakup penerapan teknologi ramah lingkungan, promosi transportasi berkelanjutan, dan perlindungan area alam yang sensitif.
  6. Inklusivitas dalam Akses Pariwisata: Penting untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki akses yang setara terhadap peluang perjalanan pasca-pandemi. Inisiatif-inisiatif seperti pariwisata inklusif dan program dukungan finansial dapat membantu mengatasi ketidaksetaraan akses.
  7. Keamanan dan Keselamatan Kesehatan: Perjalanan pasca-pandemi harus memperhatikan keamanan dan keselamatan kesehatan. Ini termasuk kepatuhan terhadap protokol kesehatan, pelacakan varian virus, dan peningkatan kapasitas sistem perawatan kesehatan di destinasi pariwisata.

Revenge Tourism mencerminkan keinginan manusia untuk mengganti waktu yang hilang selama pembatasan perjalanan dengan pengalaman intensif pasca-pandemi. Sementara fenomena ini memberikan dorongan positif bagi industri pariwisata, penting untuk memperhatikan dampak lingkungan, ketidaksetaraan akses, dan tantangan kesehatan. Dengan menggabungkan praktik berkelanjutan, inklusivitas, dan keamanan kesehatan, Revenge Tourism dapat menjadi peluang untuk membangun kembali industri pariwisata secara lebih baik dan berkelanjutan di masa depan


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *