Menurut Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No.28/2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sedangkan Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. (1990:5), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
1) Fungsi Budgetair (Pendanaan)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrument pengumpul dana guna membiay ai pengeluaran – pengeluaran pemerintah. Ditujukkan dengan masuknya pajak ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial ekonomi, yaitu pajak dimanfaatkan sebagai instrumen pengatur melalui kebijakan – kebijakan yang dapat mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat, misalnya untuk mempercepat laju perumbuhan ekonomi, redistribusi pendapatan, dan stabilisasi ekonomi.
Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak (orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT)) atas penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak.
Penghasilan Kena Pajak adalah selisih yang didapat dari penghasilan yang merupakan objek pajak penghasilan dikurangi dengan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan kena pajak dan ditambah dengan penghasilan lainnya yang merupakan objek pajak.
Penghasilan kena pajak juga bisa dihitung dari laba secara komersial dikurangi dengan koreksi fiskal. Jika Penghasilan Kena Pajak sudah diketahui, maka dapat langsung dihitung PPh Badan Terutang pada akhir tahun pajak dengan menerapkan tarif dalam Pasal 17 UU PPh Tahun 2000 yang dilakukan secara progresif tax. Secara umum, besarnya Penghasilan Kena Pajak dan PPh Badan Terutang dapat digambarkan sebagai berikut:
Koreksi Fiskal, terdiri dari:
Koreksi (+) Rp XXX
Koreksi (-) (Rp XXX)
Penghasilan Kena Pajak Rp XXX
berikut :
Tarif PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Berjumlah sampai Rp. 50.000.000 10%
Berjumlah Rp. 50.000.000 s.d Rp. 100.000.000 15%
Berjumlah Diatas Rp. 100.000.000 30%
a. Penggantian atau imbalan berkenaaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh
b. Hadiah dari undian, pekerjaan, kegiatan, dan penghargaan laba usaha
c. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
d. Penerimaan kembali pembyaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
e. Bunga termasuk premium, diskonto, imbalan karena jaminan pengembalian hutang
f. Royalty, Deviden dengan nama dalam bentuk apapun
g. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
h. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
i. Keuntungan karena pembebasan hutang
j. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
k. Premi asuransi
l. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
m. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usahanya atau pekerjaan
n. Tambahan kegiatan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak
a. Harta termasuk setoran tunai yang diterima Badan sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.
b. Bantuan, sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
c. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dan oleh badan atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
d. Warisan
e. Dividen atau bagian laba yang diterima akibat penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;
2. Pemilikan saham paling rendah 25% dari jumlah modal disetor dari Perusahaan yang memberi Dividen.
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kecelakaan, kesehatan, jiwa, dwiguna, dan beasiswa.
g. Iuran yang diterima dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan.
h. Bagian laba yang diterima anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi.
i. Penghasilan yang sudah dikenakan PPh final.
j. Bunga obligasi yang diterima perusahaan reksadana selama 5 tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali jumlahnya tidak lebih dari 350 juta rupiah yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, termasuk:
1. KUKESRA (Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera)
2. KUT (Kredit Usaha Tani)
3. KPRSS (Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana)
4. KUK (Kredit Usaha Kecil)
5. Kredit lainnya dalam rangka kebijakan perkreditan BI dalam rangka mengembangkan usaha kecil dan koperasi (yang merupakan jumlah kumulatif dari satu atau beberapa bank kreditur)
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang Negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivative yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
termasuk biaya pembelian bahan, biaya yang berkenaan dengan
pekerjaan/jasa termasuk upah, dan lain-lain atau biaya-biaya yang
lazimnya disebut dengan biaya sehari-hari yang dibebankan pada
tahun pengeluaran yang diperlukan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan.
4. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta.
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing
Indonesia.
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
8. Piutang tak tertagih
9. Pemupukan dana cadangan
10. Sumbangan yang dapat dibiayakan
1. Pembayaran dividen, pembagian laba atau pembagian sisa hasil
usaha (koperasi)
2. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
3. Premi asuransi jiwa, asuransi kesehatan, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa
4. Pemberian kenikmatan
5. Hibah, bantuan dan sumbangan
6. Pajak Penghasilan
7. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak-
pihak tertentu
8. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi
9. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan yang modalnya
tidak terbagi atas saham
10. Sanksi Pajak
Untuk keperluan perpajakan wajib pajak tidak perlu membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan pada waktu mengisi SPT Tahunan PPh terlebih dahulu harus dilakukan koreksi-koreksi fiskal. Koreksi fiskal meliputi pengakuan pendapatan dan biaya yang dapat berupa koreksi positif dan koreksi negatif.
Koreksi Fiskal Positif adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan meningkatnya laba kena pajak yang pada akhirnya akan membuat PPh Badan Terhutangnya juga akan meningkat.
Koreksi fiskal positif diantaranya:
a. Biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pendapatan
b. Biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang PKP
c. Biaya yang diakui lebih kecil, seperti penyusutan, amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan menurut WP lebih tinggi
d. Biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
e. Biaya yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
adalah koreksi/penyesuaian yang akan mengakibatkan menurunnya laba kena pajak yang membuat PPh badan terhutangnya juga akan menurrun.
Koreksi fiskal negatif diantaranya :
a. Biaya yang diakui lebih besar, seperti penyusutan menurut WP lebih rendah, selisih amortisasi, dan biaya yang ditangguhkan pengakuannya
b. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
c. Penghasilan yang didapat dari penghasilan yang sudah dikenakan PPh Final
Terdapat perbedaan dalam perlakuan penetapan pendapatan dan biaya menurut Undang-Undang Perpajakan Nomor 17 Tahun 2000 dengan Standar Akuntansi Keuangan sebagai akibat dari adanya beda tetap dan beda sementara; perlakuan akuntansi terhadap perbedaan tersebut perlu dilakukan rekonsiliasi antara laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiskal; dan pengaruh perbedaan tersebut terhadap laporan keuangan yaitu pada besarnya jumlah pajak terutang dan jumlah laba usaha.
Bagi perusahaan: semua pemasukan adalah pendapatan yang akan menambah laba kena pajak , dan semua pengeluaran adalah beban yang akan mengurangi laba kena pajak.
Bagi Ditjend Pajak: tidak semua pemasukan adalah faktor penambah laba kena pajak, ada beberapa jenis pendapatan yang bukan merupakan faktor penambah laba kena pajak karena pendapatan tersebut sudah dikenakan pajak bersifat final, dan tidak semua pengeluaran adalah faktor pengurang laba kena pajak karena ada beberapa jenis pengeluaran yang sesungguhnya bukan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan (sumbangan, entertain tanpa daftar normatif). Di dalam Akuntansi Perpajakan perbedaan ini disebut dengan BEDA TETAP (Permanent Difference).
Perincian Beda Tetap Menurut SAK dan Menurut Fiskal
No Jenis Perbedaan Menurut SAK Menurut Fiskal
1 Penghasilan Bunga Bank Penghasilan di luar usaha Sudah dipotong PPh yang bersifat final
2 Penghasilan Deviden Penghasilan di luar usaha Masuk dalam pengecualian objek pajak
3 Biaya Sumbangan/Hadiah Biaya (tercantum dalam laba/rugi) Tidak mengurangi penghasilan
4 Keuntungan dari penyertaan saham di BEI Penghasilan di luar usaha Tidak menambah penghasilan
5 Penghasilan dari sumbangan/hibah Penghasilan luar biasa Tidak menambah penghasilan
6 Tunjangan pegawai dalam bentuk natura Penghasilan (bagi pegawai) dan biaya (bagi pemberi kerja) Tidak mengurangi penghasilan
7 Biaya Entertainment Dapat dimasukkan sebagai biaya Sebagai deductible expense jika ada daftar nominatifnya, dan sebaliknya.
8 Biaya denda dan bunga pajak Pengurang penghasilan Non deductible expense
9 Hibah/Warisan Dapat diperhitungkan sebagai biaya/penghasilan luar biasa Non deductible expense
Perincian Beda Waktu Menurut SAK dan Menurut Fiskal
No Jenis Perbedaan Menurut SAK Menurut Fiskal
1.
b. Umur ekonomis tergantung dari masing-masing aktiva tetap
c. Metode depresiasi dikelompokkan ke dalam tiga kriteria : berdasarkan waktu, penggunaan, kriteria yang lainnya Metode yang diakui metode langsung (yang diakui sebagai biaya hanya yang benar-benar tidak tertagih)
a. Tidak memperhitungkan nilai residu
d. Metode depresiasi yang digunakan ada dua : garis lurus dan saldo menurun
1. Indriyani, Kiki Rosa. (2006). Analisis Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial pada PT Agrabudi Karyamarga Tahun Pajak 2005. Kesimpulan dalam penulisan ini adalah sebab terjadinya perbedaan pembukuan berdasarkan akuntansi komersial dengan perpajakan, sebab koreksi fiskal oleh beda waktu dan beda tetap, dan perhitungan PPh terhutang.
2. Laksamana, Jaka. (2005). Koreksi Fiskal Pada PT Usaha Bakti. Kesimpulan dalam penulisan ini adalah tentang sebab terjadinya koreksi fiskal, cara perhitungan PPh terhutang dan rekonsiliasi pada laporan laba/rugi.
3. Mintaharjo, Hari. (2002). Analisis Perbedaan Konsep Biaya dan Penghasilan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (Studi Kasus Pada Perusahaan Plastik PT TEPIN Malang). Kesimpulan dalam penulisan ini adalah tentang konsep perbedaan perlakuan penetapan pendapatan dan biaya menurut SAK dan menurut UU Perpajakan serta rekonsiliasi antara laporan keuangan komersil dengan laporan keuangan fiskal.
4. Putra. (2008). Laba Rugi Komersial dan Fiskal. Kesimpulannya adalah tentang mengapa ada laporan laba rugi komersial dan fiskal beserta perbedaannya dan cara membuat laporan laba rugi fiskal.
5. Rudi. (2009). Rekonsiliasi Fiskal. Kesimpulannya adalah tentang perbedaan pengakuan antara komersial dan fiskal beserta contoh format rekonsiliasi fiskal.
Financial Lease terbagi dalam dua yaitu :
2. Laba Ditahan
3. Depresiasi
4. Lembaga keuangan dan perusahaan leasing khusus menyediakan dana untuk leasing
2. Sangat luwes
3. Sebagai sumber dana
4. Menguntungkan cash flow
5. Menciptakan keuntungan dari pengaruh inflasi
6. Sarana kredit jangka menengah dan panjang
7. Dokumentasi sederhana
1 Komentar
Hotforex Indonesia · 15/08/2016 pada 10:44 am
CariTiketPesawat Online Super Cepatdanmurah??
http://selltiket.com
Booking di SELLTIKET.COM aja!!!
CEPAT,….TEPAT,….DAN HARGA TERJANGKAU!!!
Inginusahamenjadiagentiketpesawat??
Yang memilikipotensipenghasilantanpabatas.
Bergabungsegera di http://agenselltiket.com
INFO LEBIH LANJUT HUBUNGI HUBUNGI:
No handphone : 085372801819
PIN : D10398A5