Dalam era global yang terus terhubung secara digital, prodi Manajemen Pemasaran Internasional perlu memahami bahwa integrasi marketing dan digital marketing bukanlah sekadar pilihan, melainkan keharusan. Dengan mempertemukan elemen-marketing tradisional dengan kekuatan platform digital, organisasi bisa bergerak dari sekadar “berada” di pasar menjadi trendsetter yang menggerakkan arah pasar itu sendiri.
Engagement Sebagai Landasan Awal
Pada awalnya, tujuan utama digital marketing adalah menciptakan engagement—keterlibatan aktif konsumen dengan merek melalui berbagai saluran digital seperti media sosial, website, surel, dan aplikasi mobile. Konten yang menarik, interaksi yang personal, dan respons yang cepat menjadi pilar utama untuk membangun hubungan emosional dan loyalitas konsumen.
Namun, engagement saja tidak cukup untuk memenangkan persaingan yang semakin sengit. Konsumen hari ini tidak hanya ingin berinteraksi, tetapi juga mencari pengalaman yang konsisten dan mulus di setiap titik kontak, baik online maupun offline. Di sinilah integrasi berperan krusial.
1. Memahami “engagement” dalam konteks digital marketing
Engagement dalam digital marketing mengacu pada tingkat interaksi dan minat yang ditunjukkan pengguna terhadap sebuah merek, produk, atau layanan secara online. damos.co+2Gravital Agency+2
Contohnya: like, comment, share, klik, durasi kunjungan situs — semuanya mencerminkan seberapa “terlibat” audiens dengan konten Anda. AgencyAnalytics+1
Dengan memahami engagement sebagai kunci, maka proses marketing bisa melampaui sekadar “broadcast” dan masuk ke ranah “dialog” dan “kolaborasi”.
2. Peran integrasi marketing dan digital marketing
Marketing tradisional — seperti riset pasar lintas negara, pricing global, brand positioning, serta distribusi fisik — tetap relevan dalam skema pemasaran internasional. Namun, digital marketing membuka kanal baru: media sosial global, kampanye lintas-negara secara real-time, analitik perilaku global, serta automasi yang memungkinkan skalabilitas internasional.
Integrasi keduanya berarti: strategi pemasaran global yang tahan terhadap perubahan budaya/negara + respons digital yang cepat dan interaktif.
Dengan integrasi ini, beberapa manfaat utama muncul:
- Brand konsisten di semua kanal (offline & online) → pengalaman merek yang terpadu.
- Data digital yang digunakan untuk menginformasikan keputusan marketing tradisional (misalnya kapan dan di mana melakukan promosi fisik, berdasarkan insight digital).
- Kampanye internasional yang lebih responsif: misalnya, iklan digital yang mulai dari engagement pengguna dan kemudian diteruskan ke event atau aktivitas fisik lokal.
- Kemampuan untuk menjadi trendsetter global: bukan hanya mengikuti tren pasar, tetapi menciptakan momentum bersama audiens digital global.
3. Dari engagement menjadi trendsetter
Supaya organisasi atau brand bisa bergerak dari sekadar “mengukur engagement” menjadi “membentuk tren”, beberapa langkah berikut penting:
- Fokus pada kanal digital yang tepat bagi audiens internasional: media sosial, influencer lokal/global, komunitas online.
- Ciptakan konten yang memicu partisipasi, bukan hanya konsumsi pasif. Engagement marketing jelas mengarah ke “interaksi bermakna” dengan brand. Adobe Business+1
- Integrasikan pendekatan offline–online: misalnya event fisik di satu negara yang di-live streaming secara global, kemudian audiens digital ikut berdiskusi dan ikut berbagi pengalaman.
- Gunakan data engagement untuk mengidentifikasi insight: apa yang dibicarakan audiens, apa yang mereka bagikan, bagaimana reaksi antar-negara atau antar‐ budaya.
- Proaktif dalam membentuk arah konten: ketika audiens menanggapi suatu kampanye, brand bisa merespons cepat dan mulai membentuk sub-tren, bukan hanya bereaksi.
4. Tantangan dan solusi
Beberapa tantangan utama dalam mengintegrasikan marketing dan digital marketing di konteks internasional:
- Perbedaan budaya & bahasa: Engagement yang baik di satu negara mungkin tidak berhasil di negara lain. Oleh karena itu, konten dan kanal harus disesuaikan lokal.
- Silo antara tim marketing tradisional dan tim digital: sering terjadi bahwa “tim offline” tidak terhubung dengan “tim online”. Integrasi memerlukan struktur organisasi yang mendukung kolaborasi.
- Data dan privasi: Kegiatan digital menghasilkan banyak data, tapi regulasi internasional (misalnya GDPR-type) membatasi bagaimana data digunakan.
- Over‐saturation digital: Karena banyak brand sudah di kanal digital, untuk menjadi trendsetter diperlukan kreativitas dan keunikan agar engagement tidak sekadar “klik” tetapi “aksi dan berbagi”.
Solusi yang bisa diterapkan:
- Bentuk tim cross-channel yang memikirkan strategi secara keseluruhan, bukan hanya kanal masing-masing.
- Gunakan pendekatan lokal di setiap pasar: konten global tapi eksekusi lokal.
- Manfaatkan data engagement untuk memperbaiki kampanye: analitik apakah konten tersebut mendorong waktu kunjungan, share, komentar, atau konversi.
- Ciptakan pengalaman yang layak dibagikan (shareable) dan mendorong audiens untuk ikut serta (UGC – user-generated content).
5. Implikasi untuk Manajemen Pemasaran Internasional
Bagi program studi Manajemen Pemasaran Internasional — maka topik ini sangat relevan: mahasiswa perlu mempelajari:
- Bagaimana global marketing planning bisa diperkuat dengan digital marketing tools.
- Bagaimana membangun merek internasional yang tetap relevan secara lokal melalui kanal digital.
- Bagaimana mengukur dan menganalisa engagement digital untuk kemudian diterjemahkan ke pemasaran fisik atau aktivitas global lainnya.
- Bagaimana strategi menjadi trendsetter internasional: bukan hanya mengikuti pasar, tetapi mendorong pasar melalui konten dan interaksi global.
Kesimpulannya: Integrasi marketing dan digital marketing membuka peluang besar bagi organisasi untuk bergerak dari sekadar “berinteraksi” menjadi “memimpin interaksi”. Engagement adalah batu awal, tapi trendsetter adalah tujuan yang lebih ambisius — dan dalam konteks pemasaran internasional, tujuan ini sangat layak untuk dicapai.
