A.      Latar Belakang
Pendidikan tinggi di Indonesia terdiri dari dua jalur pendidikan, yaitu: pendidikan akademik dan pendidikan profesioanal/vokasi. Pendidikan akademik diselenggarakan oleh Sekolah Tingggi, Institut, Universitas. Sedangkan pendidikan professional/vokasi diselenggarakan oleh Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, dan Institut.. Membeli sebuah produk sama halnya seperti calon mahasiswa memilih sebuah perguruan tinggi. Keduanya akan melibatkan proses pengambilan keputusan  mulai dari penetapan  tujuan,  mengembangkan alternatif dan menentukan pilihan yang terbaik. Dalam memilih perguruan tinggi, pada dasarnya terdapat unsur-unsur emosional yang berperan akan tetapi rasionalitas yang obyektif lebih banyak berbicara mengingat memilih perguruan tinggi mengandung konsekuensi jangka panjang dan pengorbanan yang cukup besar mulai dari dana, waktu, dan kesiapan mental dari calon mahasiswa.
Tantangan dunia kerja dengan kompetensi kerja yang makin tinggi seiring kemajuan teknologi dan dinamika tempat kerja menuntut institusi pendidikan vokasi mampu mengantisipasi dan menghadapi perubahan yang terjadi dengan  memanfaatkan berbagai kapabilitas yang ada. Institusi pendidikan vokasi sebagai penyiap dan penyedia calon tenaga kerja, harus dapat memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dan jaringan sumber-sumber kemitraan dengan pihak luar secara efektif, untuk akumulasi sumber daya penyelenggaraan.
            Menjawab tantangan tersebut diharapkan lulusan politeknik memiliki bekal ketrampilan yang cukup untuk langsung masuk dunia perusahaan dan siap bekerja, dikarenakan di Politeknik diajarkan ilmu-ilmu produktif secara rinci dan detail tentang materi kejuruan di bidang-bidang yang telah dipilihnya yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan.
B.       Pembahasan
Perubahan  tuntutan masyarakat dan  stakeholders terhadap lulusan perguruan tinggi bukan hanya terbatas pada kemampuan secara akademis tetapi juga menuntut tingkat profesionalisme (knowledge, hard skills, dan soft skills) yang semakin tinggi. Guna menjawab semua tantangan tersebut maka saat sekarang banyak pendidikan vokasi dengan kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan industri sehingga pada akhirnya menjurus pada keahlian yang dimiliki oleh seorang calon pekerja.
Pengembangan pendidikan vokasidan keahlian atau politeknik dimaksudkan untuk memperkuat peran pendidikan tinggi untuk dapat berkontribusi dalam meningkatkan daya saing Indonesia dalam percaturan global dan menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan menuju ke pengurangan kemiskinan dan berorientasi pemerataan gender, sosial, dan geografis. Adapun tujuan yang lebih tinggi dalam rangka meningkatkan relevansi sistem pendidikan tinggi dengan kebutuhan industri dan masyarakat pengguna lulusan sehingga akan tercipta jaringan kerja antara lembaga pendidikan tinggi, unit pelatihan, industri, dan masyarakat.
Adapun karak-teristik Pendidikan Politeknik dan Proses Pembelajaran didasarkan atas kebutuhan tenaga kerja di dunia industri dunia usaha. Politeknik sebagai lembaga vokasi dengan program Diploma berorientasi menyediakan calon pekerja yang memiliki ketrampilan dan kompetensi cukup tinggi dan siap untuk langsung terjun di tempat kerja.
Pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara individu dan sosial dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan kebebasan individu itu sendiri (Koesoema, 2007;194). Pendidikan karakter harus bersifat membebaskan, alasannya dalam  kebebasan  individu “dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka” (Koesoema 2007;123).
Untuk mendapatkan lulusan pendidikan vokasi yang mampu berkiprah di masyarakat secara optimal, maka selain diberikan pendidikan yang bersifat akademis, pendidikan karakter pun sangat diperlukan. Berdasarkan penelitian di Institut Bisnis Manajemen (IBM) menunjukkan, bahwa kualitas manusia ditentukan oleh 90 persen sikap (attitude) dalam menghadapi masalah. Sedangkan sisanya 10 persen ditentukan oleh kemampuan  ilmunya (knowledge). Membangun sikap yang positif,  proaktif dan progresif jelas membutuhkan pendidikan karakter. Selain karakter: bermoral, jujur, adil,  sosial, karakter pada pendidikan vokasi menurut Medhat (2008:23).  meliputi:
1.      Employability
  Employability adalah kemampuan kerja. “Kerja mengacu pada kemampuan seseorang   untuk mendapatkan dan mempertahankan pekerjaan (Hillage dan Pollard;1998).
2.        Soft skill
Soft skill merupakan istilah sosiologis yang berkaitan dengan seseorang EQ“(Intelligence Quotient Emosional), cluster karakter kepribadian, rahmat sosial, komunikasi, bahasa, kebiasaan pribadi, keramahan, dan optimisme yang menjadi ciri hubungan dengan orang lain. Soft skill melengkapi hard skill (bagian dari IQ seseorang), yang merupakan persyaratan kerja daripekerjaan. Soft skill adalah atribut pribadi yang meningkatkan interaksi individu,kinerja dan prospek karir.
3.        Generic skill
Pengetahuan umum yang harus dikuasai secara umumnya oleh calon pekerjaan yang akan memasuki dunia kerja, seperti attitude, team kerja, motivasi.
4.        Adaptability
 Kemampuan beradaptasi adalah fitur dari suatu sistem atau suatu proses. Menurut Andresen dan Gronau, kemampuan beradaptasi di bidang manajemen organisasi pada umumnya dapat dilihat sebagai kemampuan untuk mengubah sesuatu atau diri sendiri agar sesuai dengan perubahan yang terjadi. Dalam ekologi, kemampuan beradaptasi telah digambarkan sebagai kemampuan untuk mengatasi berbagai gangguan yang tak terduga di lingkungan.
5.        Flexibility
Kemampuan seseorang untuk selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan dunia kerja dan aturan-aturan perusahaan tanpa melupakan hak dan kewajiaban yang dimiliki
6.        Nouse
Nouseberasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu: (nous) akal makna, atau akal sehat. Dengan demikian disimpulkan bahwa seseorang karyawan itu harus dapat bertindak, berpikir cerdas dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan.
7.        Creativity
Kreativitas mengacu pada fenomena dimana seseorang menciptakan sesuatu yang baru (produk, solusi, karya seni, karya sastra, lelucon, dll) yang memiliki beberapa jenis nilai. Apa yang dianggap sebagai “baru” mungkin mengacu pada pencipta individu, atau masyarakat atau domain di mana baru terjadi. Apa yang dianggap sebagai “berharga” juga sama didefinisikan dalam berbagai cara.
Pengembangan proses pembelajaran dengan berbagai pendekatan harus dilakukan oleh para pengelola pendidikan vokasi dan perusahaan agar kualitas lulusannya sesuai tuntutan dunia kerja. Baik kualitas akademik maupun kualitas karakternya.Tantangan dunia kerja dengan kompetensi kerja dan karakter unggul yang makin tinggi seiring kemajuan teknologi dan dinamika tempat kerja menuntut institusi pendidikan vokasi mampu mengantisipasi dan menghadapi perubahan yang terjadi dengan memanfaatkan berbagai kapabilitas di kampus. maupun di industri sebagai mitra kerjasama. Institusi pendidikan vokasi tidak bisa hanya menyelenggarakan pembelajaran yang bersifat school-based learning saja, Namun juga harus work-based learning guna mempersiapkan para lulusannya untuk bekerja.
Dimana pada penelitian Widowati (2009) diketemukan bahwa faktor “Prospek” yang terdiri dari keluaran dari politeknik dapat menembus persaingan kerja yang ketat, terbuka peluang mendapatkan gaji yang layak, dapat memiliki jenjang karir yang bagus pada suatu perusahaan, handal dibidangnya tetapi juga handal dalam  membaca peluang bisnis, adanya pengakuan dari dunia usaha dunia industri, banyak dunia usaha dan dunia indutri memanfaatkan output politeknik dalam merekrut calon karyawan, kebanggaan sebagai alumni dengan spesialisasi pekerjaan yang tidak dimiliki oleh alumni S1, politeknik sebagai perguruan tinggi vokasi spesialisasi pencetak lulusan siap kerja, mencetak SDM terampil siap kerja melalui program sertifikasi.
Apabila penemuan tersebut dihubungkan dengan pendidikan karakter yang meliputi employability, soft skill, generic skill, adaptability, flexibility, nouse, dan creativity maka pendidikan politeknik telah benar-benar melakukan pembentukan karakter kepada mahasiswa-mahasiswa melalui kurikulum yang berbasis praktikal dengan muatan 60% praktik dan 40% teori disamping penempatan kerja praktik kerja lapangan di dunia kerja yang muatan jam pertemuannya lebih besar.
Sehingga diharapkan dengan penempatan praktek kerja lapangan sebagai pembentukan karakter yang kompetitif di dunia kerja,  dapat melihat:
1.    Kemampuan mahasiswa sebagai calon karyawan yang handal (employability)
2.  Memiliki ketahanan dalam  tekanan kerja, dapat bekerja sama, mempunyai jiwa kepemimpinan, kejujuran (soft skill)
3.   Memiliki kemampuan umum diluar spesialisasi yang dimilikinya yang menunjang pekerjaannya (generic skill)
4.   Dapat dengan mudah beradaptasi dalam dunia kerja, lingkungan, dan pekerjaan itu sendiri (adaptable)
5.   Dapat menyesuaikan dengan sistem kerja, aturan-aturan, dan bersifat tidak kaku (flexibility)
6. Menpunyai inisitiatif dalam bekerja, dan menyelesaikan tugas-tugas diluar pekerjaan, dan selalu berinovatif dalam bekerja secara efektif dan efisien (nouse)
7. Selalu mengembangkan  kreatifitas dalam penyelesaian tugas-tugas yang dibebankan (creativitas)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.